Menyiapkan Kakak untuk punya Adik



Saat kelahiran anak kedua, jangan remehkan pentingnya mempersiapkan mental anak pertama. Sebagai calon kakak, ia bisa merasa cemburu dan diabaikan. Ini dari strategi para psikolog.

"Mama kok belain adik terus, sih? Kalau adik, selalu dibilang lucu."

Kalimat bernada protes itu dilontarkan Anto, 9 tahun, manakala ia merasa perhatian orangtuanya terfokus pada sang adik. Sejak "resmi" menjadi kakak saat adiknya lahir setahun lalu, Anto kerap merasa terabaikan.

Kehadiran adik memang merupakan peristiwa dilematis bagi sang kakak. Di satu sisi, kakak merasa senang dengan kehadiran anggota keluarga baru. Di sisi lain, kakak juga merasa adik merupakan ancaman karena kini ia harus berbagi perhatian orangtua dan mainan yang dimilikinya.

Tak jarang, orangtua lebih fokus pada menyambut kehadiran si adik, dan lupa mempersiapkan mental anak pertama. Akibatnya, sang kakak menganggap bahwa adiknya telah merebut kasih sayang orangtua. Buntut-buntutnya, bisa timbul sibling rivalry.

Bagaimana cara mempersiapkan anak untuk menerima kehadiran adik?

Menurut Noridha Weningsari, M.Psi., Psikolog, dari Klinik Pelangi Cibubur, langkah persiapan dapat dimulai jauh sebelum kelahiran, yakni sejak orangtua mengetahui kehamilan anak berikutnya.

Pertama-tama, tanyakan pendapatnya mengenai bayi. Jika ada bayi di sekitar rumah (misalnya tetangga), ajaklah calon kakak berdialog mengenai bayi, misalnya bahwa bayi itu lucu, suka tertawa, dan jika sudah besar bisa diajak bermain. Lalu, tanyakan pendapatnya jika ada bayi di rumah.

"Saat kehamilan mulai terlihat, sampaikan pada anak bahwa di dalam perut mama ada adik bayi dan ia akan menjadi kakak yang memiliki adik bayi. Orangtua bisa menggunakan gambar atau buku agar informasi ini dapat disampaikan dengan lebih menyenangkan," ujar Noridha.

Ketika persalinan sudah dekat, ajaklah si kakak untuk mempersiapkan perlengkapan bayi dan pakaian untuk persalinan ibu. Melibatkan anak dalam proses persiapan kelahiran adiknya akan membuat ia merasa dibutuhkan. Ia juga melihat bahwa ia tetap diperhatikan dan tidak dilupakan.

"Jika perlu, ajaklah kakak untuk membantu ibu dalam menjalani proses persalinan, misalnya dengan mengelus perut ibu. Setelah lahir, ajak anak melihat adik bayinya. Biarkan ia menyentuh dan mengelus sang bayi, dan bila perlu, ajak si kakak menggendong adik bayi, tentu dengan pengawasan," jelas Noridha.

Perlu juga diingat bahwa anak harus diberi pengertian mengenai kelebihan dan kekurangan sang adik bayi. Misalnya, bayi lucu saat tertawa, dan dia juga bisa sayang pada kakak, mama, dan papa.

Namun, adik bayi juga belum bisa berbicara sehingga ia akan selalu menangis saat perlu sesuatu. Ia juga belum bisa makan sendiri sehingga perlu dibantu. Ajak juga si kakak untuk ikut menyuapi saat adik sudah lebih besar.

Pada intinya, persiapan sang kakak mesti melibatkan tiga aspek, yaitu kognisi, afeksi, dan psikomotor, tandas Diah Sekaringsih, P.Psi., Psikolog, dari Taman Hati.

Mari mulai dari aspek kognisi. Di sini, penting untuk membangun pemahaman anak bahwa akan ada perbedaan peran antara dirinya dengan adik bayinya. Orangtua dapat memanfaatkan visualisasi dengan gambar yang menunjukkan dua anak beda usia: besar dan bayi. Lantas, ajak anak berdiskusi. Menurutnya, apa perbedaan kedua anak tersebut?

"Anak akan berpikir, anak yang sudah besar sudah bisa melakukan apa-apa sendiri dan bisa sekolah, sementara bayi cuma bisa menangis. Dengan begini, muncul pemahaman si kakak tentang perbedaan kemampuan anak seusia dia dan adiknya nanti," kata Diah.

Sementara itu, aspek afeksi terkait dengan emosi, di mana kita bisa menyiapkan anak untuk mengantisipasi kecemburuan. Misalnya, pastikan orangtua tetap memiliki waktu berdua dengan si kakak, baik untuk bercengkrama atau membacakan cerita yang memiliki karakter kakak dan adik.

Dari sini, orangtua bisa kembali masuk ke diskusi tentang perilaku kakak.

Misalnya, bagaimana jika anak minta ditemani bermain sementara adiknya sedang menangis. Orangtua bisa memberi pengertian bahwa dengan kehadiran adik, papa dan mama tetap cuma satu sementara anaknya dua.

Meski penting bagi sang kakak untuk memahami bahwa dia bukan lagi satu-satunya, orangtua tetap harus menekankan bahwa kasih sayang mereka tidak akan berkurang. Walau seakan terbagi, cinta orangtua tetap sama sehingga anak tetap merasa diistimewakan meski sudah ada adik.

Aspek ketiga dalam mempersiapkan sang kakak adalah psikomotor, yang dapat dilakukan melalui tindakan-tindakan yang konkret. Contoh, dengan melibatkan kakak dalam persiapan kelahiran adiknya. Sambil mengajak bicara saat mengelus perut ibunya, ajak si kakak turut merasakan gerakan janin.

"Jadi, anak akan merasa senang karena dia punya peran yang berbeda sekarang. Perannya akan bertambah, tidak hanya sebagai anak, tetapi juga menjadi seorang kakak," tegas Dian.

Kedua psikolog ini juga mengingatkan beberapa hal yang tidak disarankan untuk dilakukan.

Pertama, usahakan untuk jangan langsung memarahi anak saat ia ingin mendekati adiknya, atau mengatakan bahwa ia tidak boleh mengganggu. Ini dapat menyakiti hati anak dan membuatnya kesal terhadap adiknya, karena ia merasa bahwa ia dimarahi gara-gara adik.

Kemudian, jangan selalu mengatakan pada kakak untuk mengalah, karena ini dapat menimbulkan kecemburuan dan perasaan bahwa orangtua hanya membela adik. Hal-hal seperti berbagi mainan perlu dilakukan secara adil, baik secara waktu maupun porsi.

Selain usia, faktor lain yang memicu kecemburuan si kakak antara lain perbedaan dalam masing-masing keluarga, seperti membanding-bandingkan antara kakak dan adik. Ini tentu akan melukai perasaan si kakak.

"Kecemburuan adalah hal yang lumrah dan pasti terjadi pada saudara. Karena itu, orangtua perlu meminimalisir dengan bersikap adil," saran Noridha. "Berupayalah untuk tetap memberikan waktu khusus untuk bermain dengan si kakak saja. Ini akan membantu anak untuk tidak terlalu cemburu pada adiknya."

Yang tak kalah penting, jangan melimpahkan tanggung jawab besar pada sang kakak untuk menjaga adiknya.

"Kadang, orangtua tidak sadar bahwa anak belum mampu melakukannya. Mereka membebankan tanggung jawab yang belum dapat diemban si kakak, dan ketika ia gagal melaksanakan, orangtua menyalahkannya, " tukas Diah.

Psikolog tersebut berpesan, momentum kelahiran adik bayi mestinya menjadi kegembiraan untuk seluruh anggota keluarga. Inilah kesempatan emas untuk menumbuhkan ikatan antara kakak dan adik, yang dibangun sejak sang adik hadir pertama kali di tengah keluarga.


Selamat, Kamu Jadi Kakak!
Tidak ada yang suka dengan perasaan diabaikan, termasuk anak kecil. Karena itu, para psikolog menyarankan agar ketika kita menjenguk orang yang baru melahirkan, pastikan bahwa anak yang menjadi kakak juga mendapat apresiasi. Salah satu caranya adalah dengan datang berkunjung membawa dua kado: satu untuk si adik bayi, dan satu lagi untuk si kakak. Selain memberi kado, bentuk perhatian lain dapat diberikan dengan cara mengajak obrol anak yang menjadi kakak, jangan hanya ibunya. Semua bentuk perhatian itu tak hanya akan membuat si kakak percaya diri, tapi juga membuatnya bangga telah menjadi kakak.


Komentar

Paling Banyak Dibaca 👶👦👧👨👩👴👵👷👮👸👳👲👱

Ada Pelangi Sehabis Hujan

Komunitas IndoRunners Membawa Virus Lari ke Masyarakat

Waspada Terhadap 6 Penyakit Ini Yang Ditandai Dengan Gejala Meriang

Mengapa Berjejaring itu Penting?

Inilah Kiat-kiat untuk Mengatasi Ketombe