Ambisi, Kekuatan atau Kelemahan?


Ambisi adalah faktor penting untuk meraih sukses. Namun, ambisi berlebihan juga bisa jadi bumerang. Yuk, ketahui strategi kelola ambisi.

Zaman yang kian kompetitif menimbulkan tuntutan dan target yang harus dicapai, dan mencapainya membutuhkan ambisi.

Namun, ambisi yang kelewat tinggi sering kali jadi bumerang manakala target tak mampu digapai, sebab jalan terjal untuk mencapainya tentu tak mudah dilalui. Itu artinya, ambisi saja tidak cukup tanpa amunisi yang dimiliki.

Sayangnya, sering kali masyarakat mengasosiasikan kata "ambisi" dengan sesuatu yang negatif. Padahal, ambisi adalah dorongan yang menggerakkan seseorang untuk melakukan apa yang diharapkan.

"Makna ambisi cukup luas, tidak hanya urusan pekerjaan atau karier. Ambisi diperlukan sepanjang hidup. Tanpa ambisi, manusia tidak akan terdorong untuk memenuhi kebutuhan hidupnya," ujar Ariny Oktaviany M.Psi., Psikolog, dari Yayasan Pulih.

Sejatinya, lanjut Ariny, memiliki sifat ambisius itu baik. Yang tidak baik adalah ketika kita tidak mampu mengendalikan. Karena itu, psikolog ini mengingatkan agar kita mengelola ambisi.

"Seseorang yang berambisi tinggi akan berusaha mencapainya. Yang perlu digarisbawahi adalah kata berusaha. Ini menunjukkan adanya sikap mengenali kemampuan diri sendiri, pantang menyerah, atau menyiapkan strategi-strategi positif tertentu untuk mencapai keinginan," tegas Ariny.

Penjelasan serupa diberikan Palupi Maulia Andari, M.Psi., Psikolog, dari Psyline ID.

Dalam ilmu psikologi, Palupi menyebutkan, ambisius dapat digolongkan sebagai trait atau sifat. Kepribadian merupakan serangkaian atau gabungan dari beberapa sifat. Misalkan, kepribadian tipe A memiliki trait ambisius, kompetitif, dan tidak sabar.

"Ambisius menjadi baik ketika seseorang bisa memanfaatkannya untuk menjadi ahli dan berprestasi di bidang yang ditekuni," papar psikolog yang juga berpraktik di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita ini.

"Dengan adanya ambisi, seseorang menjadi lebih bergairah dalam mencapai tujuan hidup. Ambisi memberikan dorongan energi untuk mencapai prestasi ataupun mengeluarkan yang terbaik dalam diri seseorang," tandas Palupi.

Meski demikian, Palupi menekankan bahwa ambisi bisa menjadi sesuatu yang buruk ketika seseorang sudah terjebak di dalamnya, sehingga melupakan hal-hal penting lain dalam hidupnya.

"Ambisi juga harus disertai dengan kemampuan yang mencukupi. Tanpa itu, seseorang cenderung menggunakan cara-cara yang salah untuk mewujudkan ambisinya," tegas Palupi.

Terkait budaya, benarkah kita lebih mudah menerima atau pasrah?

"Sejauh ini, belum ada data penelitian yang menunjukkan adanya kaitan antara ambisius dengan budaya nrimo. Belum ada juga data yang menunjukkan bahwa orang Indonesia memiliki ambisi yang rendah dibandingkan budaya lain," papar Ariny.

Dia menegaskan, pada dasarnya budaya nrimo memiliki filosofi positif karena ini menunjukkan hubungan spritual kita dengan Tuhan: Manusia berusaha melakukan yang terbaik, dan Tuhan yang menentukan.

"Nrimo bermakna individu dalam keadaan sulit atau kecewa berusaha menerima takdir dengan realistis dan sabar. Kondisi tersebutlah yang seharusnya membuat individu tidak mudah kecewa atau putus asa," jelas Ariny.

Sayangnya, budaya Timur juga sering dijadikan alasan ketidakberdayaan atau keengganan untuk bertindak.

Menurut Palupi, ini dikarenakan budaya Timur cenderung menjunjung nilai-nilai kesetaraan dan toleransi. Sering kali, ini diterjemahkan dalam bentuk perilaku mengalah, menghindari konflik, dan tidak ingin terlihat lebih dibandingkan orang lain.

"Ini yang membuat kita terkesan lebih mudah menerima dan pasrah. Sering kali terlihat kurang keinginan untuk menonjol dibandingkan orang-orang di sekitarnya, karena ingin setara atau seragam dengan orang lain," jelas Palupi.

Ambisi dipengaruhi nilai-nilai yang dianut, pola asuh dan lingkungan, serta kepribadian," tandas Palupi.

"Sifat ambisius dapat dipupuk sejak dini. Namun, yang harus ditekankan pada anak adalah bukan bagaimana mengalahkan orang lain dan menjadi pemenang, melainkan bagaimana mengeluarkan kemampuan terbaiknya dan fokus pada kemampuan diri," pesan Palupi.

Ambisi harus diletakkan pada koridor yang tepat. Karena itu, Palupi berpesan agar dia memerhatikan cara seseorang mendapatkan ambisinya. Gunakan cara-cara yang tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain.

"Selain itu, penting bagi seseorang untuk mengukur kemampuannya. Ambisi yang tidak disertai kemampuan yang cukup pada akhirnya akan memunculkan stres," pesan Palupi.

Palupi mengingatkan bahwa sebuah ambisi menunjukkan tanda-tanda negatif ketika aspek-aspek kehidupan yang lain terabaikan.

Misalnya, terlalu fokus pada pekerjaan sampai kesehatannya terganggu. Atau, bila ada yang dirugikan dalam upaya seseorang untuk mendapatkan prestasi dalam karier.

Ariny juga menegaskan agar kita mewaspadai ambisi yang tidak dikelola dengan baik serta menggebu-gebu, karena ini justru bisa menjadi bumerang bagi diri sendiri.

"Kenali batas toleransi tubuh, pahami kapan fisik dan psikis perlu istirahat dan kapan bisa mulai bekerja lagi, karena si ambisius biasanya tipe pekerja keras," ujar Ariny.

Masih ada lagi yang perlu diwaspadai dari ambisi.

Pertama, kita perlu menjaga keseimbangan, sehingga tahu waktu bekerja dan waktu bersosialisasi. Hal ini penting agar hubungan sosial dengan lingkungan tetap terjaga.

Kedua, diperlukan mawas diri atau kesadaran diri agar si ambisius tidak egois. Dia tetap memedulikan kondisi maupun perasaan orang lain, serta tindakannya untuk mencapai sesuatu tidak merugikan maupun menyakiti orang lain.

"Sikap ini bisa dibentuk dengan menumbuhkan motivasi pada anak. Anak tak hanya diberi kesempatan untuk mencapai sesuatu, tapi juga diajarkan mengenai proses pencapaian, empati, dan menghargai orang lain," pungkas Ariny.


Komentar

Paling Banyak Dibaca 👶👦👧👨👩👴👵👷👮👸👳👲👱

Wanita Juga Bisa Kena Kanker Prostat

Mengenal Buah Badam/Almond

Waspada Terhadap 6 Penyakit Ini Yang Ditandai Dengan Gejala Meriang

Kalau ke Sukabumi, yuk Mampir ke Air Panas Cisolok

Mengenal Sindrom Kaki Gelisah yang dapat Merusak Kualitas Istirahat Anda