Ada Pelangi Sehabis Hujan


Hujan kembali mengguyur kota Bandung. Pagi itu, Santi memandang ke luar jendela ruang kamarnya sambil melamun. Ia hanya bisa mendengarkan suara rintik hujan menetes dari atap rumahnya.

Tiba-tiba, mama mengetuk pintu kamar Santi.

"San, ayo siap-siap. Nanti kita terlambat." Terdengar suara Mama mengingatkan dengan lembut.

Dengan enggan, Santi berjalan menuju kamar mandi. Suasana hatinya sama sekali sedang tidak bersahabat saat ini.

Hari itu Minggu, dan dalam kamus Santi, matahari belum terbit sebelum pukul 11 pada hari Minggu, satu-satunya hari ketika ia bisa menikmati tidur lebih lama dari hari-hari biasanya.

Apalagi, sejak ia dipaksa bangun tadi, ia sudah disambut dengan salah satu hal yang paling ia benci di dunia: Hujan.

Sesudah mandi, Santi mendengar bunyi hujan deras. Dalam perjalanan kembali ke kamar, ia menghentikan langkahnya untuk bertanya pada Mama yang hendak menuruni tangga.

"Ma, kenapa sih harus hujan terus? Memang tidak bisa ya, satu hari saja kita menikmati hari yang cerah tanpa hujan?"

Mama menghela napas, lalu hanya tersenyum simpul sambil menggelengkan kepala. Ia paham betul putri semata wayangnya itu memang tidak suka dengan hujan.

Sebetulnya, sewaktu masih kecil, Santi sangat menyukai air dan hujan.

Setiap kali langit mulai mendung, Santi kecil dan sahabatnya Lisa akan menunggu di halaman belakang rumah Santi sampai hujan turun. Begitu tetes-tetes air mulai membasahi Bumi, kedua gadis kecil itu pun bermain, berlari, dan tertawa - mereka sangat menikmati saat-saat itu.

Ya, seperti itulah masa kecil Santi, yang ia lalui dengan "ritual" hujan-hujanan bersama Lisa. Mereka tahu kalau sebenarnya itu tidak baik. Mereka bisa jatuh sakit, kena flu, dan segala penyakit lain. Tapi, baik ibu Lisa maupun ibu Santi sudah memaklumi tingkah laku dua anak kecil tersebut.

Terbukti, Santi dan Lisa tidak pernah jatuh sakit, hingga suatu hari Lisa meninggal dunia karena kanker hati parah yang sudah ia derita sejak lahir.

Lisa tidak pernah memberi tahu Santi tentang penyakitnya, karena ia tahu betul kalau Santi sampai tahu, maka ia tidak akan mengizinkannya ikut bermain hujan. Santi pasti akan memaksa Lisa untuk beristirahat. Padahal, Lisa senang sekali menunggu hujan datang dan menikmati hari-harinya yang ia tahu sudah dekat bersama Santi.

Mama ingat, di hari pemakaman Lisa, Santi sangat terpukul. Ia tidak berhenti menangis dan tidak mau meninggalkan makam Lisa. Bagaimana tidak? Seorang anak sekecil itu harus kehilangan salah seorang yang paling berharga dalam hidupnya secara tiba-tiba.

Tentu kejadian ini membawa dampak besar dalam hidup Santi. Sejak saat itulah Santi mulai membenci hujan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan air. Ya, karena hujan selalu mengingatkannya pada Lisa.

Tanpa menunggu jawaban atas pertanyaan tadi, Santi kembali berjalan menuju kamarnya. Ia menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur, lalu mengambil posisi duduk memeluk lutut sambil menghadap ke luar jendela.

Mama yang sadar dengan emosi Santi yang sedang galau, memutuskan untuk membiarkan anak gadisnya itu dengan pikirannya sendiri.

Santi merebahkan kepalanya di atas lutut, berharap hujan cepat berhenti. Ia membayangkan suatu dunia tanpa hujan, mungkin akan sangat menyenangkan. Tidak ada lagi hal yang bisa mengingatkannya pada rasa sedih akibat kehilangan sahabat.

Pikiran Santi melayang ke masa lalu, tepatnya 10 tahun yang lalu. Di suatu sore yang indah, ia dan Lisa sedang berbaring di atas rumput belakang rumahnya, menatap langit senja yang mulai kemerahan.

"Kamu tahu kan, aku sangat suka hujan?" tanya Lisa.

"Iya, tentu saja. Bahkan anak bayi pun tahu, Lisa," sahut Santi sambil tertawa. Lisa, yang usianya tiga tahun lebih tua dari Santi, tersenyum juga.

"Ada satu hal lagi yang aku sangat suka."

"Apa?"

"Bunga matahari."

"Bunga matahari?"

"Ya, bunga matahari. Bunga dengan kelopak kuning seperti cahaya matahari, bunga yang selalu merindukan sinar sang surya. Bunga matahari, matahari, dan hujan. Meskipun kedengaran aneh, tiga hal ini memiliki hubungan, kau tahu?"

Santi menggeleng. Raut wajahnya bingung.

"Bunga matahari selalu mencari matahari, sedangkan hujan akan menutupi matahari. Namun, ketiganya saling membutuhkan. Tanpa sinar matahari, tidak ada uap air yang nantinya akan menjadi hujan. Tanpa hujan dan matahari, bunga tidak akan bisa tumbuh. Semua itu dibutuhkan untuk kehidupan," Lisa mengakhiri penjelasannya yang semakin membuat Santi kebingungan.

Aneh sekali temanku hari ini, batin Santi. Ada apa dengan dirinya?

"San, kamu perhatiin nggak, kalau tiap kali turun hujan, ada hal indah yang bisa kamu lihat?" Lisa melanjutkan.

Santi kembali menggeleng.

"Karena itulah aku selalu menunggu hujan. Walaupun nggak selalu ada setiap habis hujan, tapi saat hal itu muncul, cuma rasa takjub yang bisa aku rasakan."

Santi bertambah bingung dengan ucapan Lisa. "Kamu ngomong apa sih, Lisa? Aku nggak ngerti. Udah, kita liatin awan aja deh. Eh, lihat! Awan yang itu bentuknya kayak kelinci. Lucu banget!"

"Oh iya, ya. Nah, awan yang itu, bentuknya malah kayak wortel," timpal Lisa.

Lalu, kedua gadis kecil yang masih polos itupun tertawa.

Andai waktu dapat berhenti saat itu juga - ketika segala sesuatu terasa indah. Namun, kenyataan berkata lain. Lisa meninggal satu bulan kemudian. Dan, hari ini adalah peringatan 10 tahun Lisa meninggal dunia.

Santi menghela napas. Matanya menatap makam Lisa yang dipenuhi bunga matahari. Bunga favoritnya.

"Kamu benar, Lisa. Semua bunga ini sangat membutuhkan air dan sinar matahari. Lihat saja, mereka semua tumbuh dan mekar dengan indahnya," gumam Santi.

Ia lantas menengadahkan kepalanya memandang langit. Hujan akhirnya sudah berhenti, dan langit tampak biru dan cerah.

Tunggu, apa itu? Pelangi! Dan bukan hanya satu, tapi ada dua buah pelangi menghiasi birunya langit dengan warna-warnanya yang menakjubkan.

Tak pelak, kehadiran pelangi kembar yang sangat jarang dilihat Santi itu membuat matanya berkaca-kaca.

"Jadi, ini yang kamu maksud? Tentang hal indah yang muncul sehabis hujan? Memang indah sekali, Lisa. Aku tahu kenapa kamu selalu menunggu hujan tiba. Karena dengan adanya hujan, baru pelangi bisa terbentuk."

Santi kembali mengamati pelangi kembar di langit. Jajaran warna yang membentuk satu lengkungan besar menghiasi langit yang terbentang luas. Pantulan sinar matahari pada setiap tetes hujan menghasilkan perpaduan warna yang membuat Santi menahan napas.

"Lisa, kamu harus tahu ... mungkin aku belum bisa menyukai hujan lagi. Tapi aku tahu sekarang, kalau akan ada pelangi sehabis hujan. Inilah yang akan selalu aku tunggu, Lisa."

Santi menghapus air yang menggenang di pelupuk matanya, lalu berbalik dan berjalan pulang.

Sebutir air menetes dari kelopak bunga matahari dan jatuh ke tanah. Ditemani pelangi kembar yang menghiasi senja sore itu, Santi tersenyum.

Meski sahabat kecilnya sudah tiada, ia masih meninggalkan jejak di hatinya. Bahwa ada pelangi sehabis hujan. Ada hal baik dari setiap masalah, dan itulah yang membuat segalanya terasa indah.


Komentar

Paling Banyak Dibaca 👶👦👧👨👩👴👵👷👮👸👳👲👱

Wanita Juga Bisa Kena Kanker Prostat

Polip Hidung Mengganggu Pernafasan dan Penciuman

Komunitas IndoRunners Membawa Virus Lari ke Masyarakat

Pemanis Buatan Sama Berbahayanya Dengan Pemanis Alami

Mengenal Buah Badam/Almond