Bolehkah Kita Mencari Uang di Bulan?
Perlombaan menuju Bulan memasuki babak baru. Kini, sejumlah pebisnis melirik satelit alami Bumi tersebut untuk ekspansi usaha. Jika tak ada yang memiliki Bulan, bolehkah kita mencari uang di sana?
Nama perusahaan itu simpel saja: Moon Express. Namun, meski hanya punya 30 karyawan, ambisi mereka besar, yakni menjadi institusi swasta pertama yang mendaratkan robot kecil di Bulan pada 2018.
Untuk mewujudkan misi itu, Moon Express berinvestasi sebesar 1,85 juta dollar AS untuk mengubah sebuah lapangan parkir menjadi miniatur permukaan Bulan. Mereka juga membangun laboratorium, ruangan operasi misi, dan tempat uji peluncuran pesawat luar angkasa.
Moon Express juga berambisi meluncurkan pesawat kedua pada 2019, di dekat kutub selatan Bulan. Pada 2020, pesawat ketiga yang lebih besar akan berangkat untuk mengambil sampel batu dan membawanya ke Bumi. Ini bisa menjadi batuan Bulan pertama yang masuk ke Bumi sejak kembalinya satelit Soviet pada 1976.
Namun, ambisi-ambisi ini nyaris kandas. Bukan karena masalah teknologi dan keuangan, melainkan karena sebuah traktat bernama Outer Space Treaty, yang baru saja merayakan usia setengah abad.
Pada dasarnya, traktat tersebut berisi kesepakatan sejumlah negara tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan di luar angkasa.
Traktat ini berhasil mencegah kompetisi nuklir antara Amerika Serikat dan Uni Soviet untuk melebar ke luar angkasa. Namun, kesepakatan yang sama juga kini berisiko menjadi penghalang bagi wirausaha yang berencana mengekspansi bisnis ke luar angkasa-area yang selama ini hanya milik agensi nasional seperti NASA.
"Dulu, ini hanya tema yang sangat hipotetikal," ujar Fabio Tronchetti, profesor hukum di Harbin Institute of Technology, China. "Tetapi, sekarang ada kelompok-kelompok yang sangat serius mengenai hal ini. Tentu, ini mengubah segalanya."
Robert D. Richards, chief executive Moon Express - yang memiliki misi "mengembangkan ranah ekonomi Bumi ke Bulan dan seterusnya" - bukanlah satu-satunya wirausaha yang melirik peluang bisnis di luar Bumi.
Jeffrey Bezos, pendiri Amazon, menggunakan sebagian kekayaannya untuk mendanai Blue Origin, perusahaan roket miliknya, dan memprediksi jutaan orang akan tinggal dan bekerja di luar angkasa.
Sementara itu, Elon Musk, miliarder pendiri SpaceX, dengan berani mengumumkan bahwa perusahaannya akan mulai mengirimkan koloni awal ke Mars dalam satu dekade ke depan.
Ada pula perusahaan kecil bernama Planetary Resources, yang investor awalnya adalah Larry Page, salah satu pendiri Google, dan Charles Simonyi, mantan kepala arsitek software di Microsoft.
Tujuan Planetary Resources? Menambang asteroid di Tata Surya. Luxembourg, negara kecil di Eropa yang memiliki sejarah panjang dalam pertambangan, telah berinvestasi sebesar 200 juta euro untuk misi ini.
Fenomena ini tentu menimbulkan pertanyaan: Apa yang boleh dilakukan institusi swasta di luar angkasa? Bolehkah sebuah perusahaan menambang di Bulan atau asteroid, lalu menjual hasilnya?
Pertanyaan-pertanyaan ini benar-benar mulai didiskusikan. Di Amerika Serikat, Congress (alias DPR) telah bicara masalah regulasi, dan mereka mendapat peringatan bahwa jika mereka tidak mengeluarkan kebijakan yang mendukung para pebisnis, maka startup tersebut bisa "kabur" ke negara lain. Luxembourg, misalnya.
The Outer Space Treaty sendiri menyatakan bahwa "Bulan dan benda angkasa lain harus digunakan oleh seluruh negara anggota traktat hanya untuk tujuan perdamaian". Traktat itu juga mencegah negara-negara di Bumi membuat klaim kedaulatan terhadap wilayah mana pun di Tata Surya.
Selain itu, traktat ini mencantumkan bahwa aktivitas badan usaha non-pemerintah - termasuk perusahaan komersial - "membutuhkan otorisasi dan supervisi berkelanjutan dari pemerintah". Inilah tembok birokrasi yang menghalangi Moon Express.
Keluarga satelit Moon Express bisa menjadi anugerah bagi para ilmuwan, karena mereka tak hanya berencana mengirim satelit biaya rendah ke Bulan, tapi juga planet-planet lain.
Satelit kedua mereka, misalnya, akan membawa teleskop eksperimental sebesar kotak sepatu untuk International Lunar Observatory Association. Sejumlah lokasi di dekat kutub selatan Bulan itu menawarkan pemandangan semesta yang menyeluruh, dan sangat ideal untuk observatorium astronomi.
Belum lama ini, Goldman Sachs mengeluarkan laporan tentang bisnis luar angkasa inovatif, yang menegaskan "Penambangan luar angkasa bisa menjadi lebih realistis dari yang diduga. Meski rintangan psikologis untuk penambangan asteroid tinggi, rintangan finansial dan teknologi justru jauh lebih rendah".
Selamat Bekerja, Teleskop Webb!
Inilah penerus Hubble Space Telescope yang telah lama dinanti. Setelah 20 tahun dan menghabiskan 8,7 miliar dolar AS, teleskop yang terdiri dari 18 cermin heksagonal siap diluncurkan pada Oktober 2018, menuju 1,6 juta km jauhnya dari Bumi. Diberi nama James Webb Space Telescope - yang pernah memimpin NASA pada 1960-an - teleskop ini tujuh kali lebih besar dari Hubble dalam kemampuan mengumpulkan cahaya. Dirancang untuk melihat lebih jauh dan lebih dalam ke angkasa, Webb diharapkan akan menguak bagaimana dan kapan bintang dan galaksi pertama muncul sekitar 13 miliar tahun lalu.
Komentar