Lihatlah Sebagai Sesuatu yang Positif


Dibanding-bandingkan dengan orang lain tentu tidak menyenangkan. Baca uraian berikut agar Anda bisa mengambil sisi positif dari kebiasaan buruk yang masih terus terjadi ini.

Belakangan Ratih (34) merasa malas datang ke arisan atau acara perkumpulan keluarga besar. Setiap kali hadir, Tante Leni (53) selalu menyanjung kondisi rumah tangga sepupu Ratih. Fenny (34) beruntung karena sudah punya rumah sendiri dan suaminya bekerja di perusahaan minyak terbesar di Indonesia.

Sebenarnya Ratih juga turut senang dengan keberhasilan sepupunya itu. Namun, hal yang paling Ratih benci adalah keberhasilan Fenny sering dibanding-bandingkan dengan dirinya. Ratih memang baru sanggup mengontrak rumah. Pekerjaan sang suami pun tidak tetap. Suaminya menjadi guru honorarium di beberapa sekolah. Tapi buat Ratih hidup seperti sudah cukup. Toh anak-anaknya bisa tumbuh sehat. Dia merasa kesal karena dibanding-bandingkan dengan sang sepupu.

Ego Manusia

Menurut psikolog Sani B. Hermawan, Psi, membanding-banding memang merupakan kebiasaan buruk masyarakat Indonesia. "Secara umum orang memang sangat suka membanggakan dirinya sendiri atau orang-orang terdekatnya. Tak hanya itu, mereka juga gemar mencari kelemahan orang lain lalu membandingkan dengan kondisinya. Setelah mengetahui posisinya lebih baik, mereka pun merasa puas. Tindakan itu akan selalu diulang-ulang," jelas Direktur Lembaga Psikologi Daya Insani itu. Hal-hal yang biasanya sering dijadikan bahan perbandingan adalah yang berkaitan dengan kerajinan, kesalehan, kekayaan, kecakapan fisik, prestasi akademik, kondisi rumah tangga, dan karier.

Sani menjelaskan bahwa sikap buruk itu berasal dari besarnya ego seseorang. Tapi hampir setiap manusia berpotensi seperti itu. Rasa puas yang ditimbulkan dari perilaku membanding-bandingkan adalah hal wajar.

Sani menggarisbawahi hanya manusia yang memiliki kecerdasan emosional yang bisa mengontrol egonya. Mereka bisa mengerti dan memahami perasaan orang lain. Mereka dapat memposisikan diri seandainya mereka menjadi orang yang dibanding-bandingkan. Ujung-ujungnya dalam bersikap mereka cenderung lebih berhati-hati.

Hadapi Dengan Positif

Ketika menjadi korban dalam "praktik" membanding-bandingkan di dalam keluarga besar, cobalah melihat hal itu sebagai sesuatu yang positif. Anggap saja orangtua, tante, sepupu, atau kerabat lain yang membanding-bandingkan Anda itu memiliki perhatian yang lebih pada Anda. Sebenarnya, mereka menginginkan kemajuan terjadi pada Anda. "Mereka ingin memberikan semangat dan dukungan, tapi dengan cara yang 'unik'," ujar Sani.

Karena cara mereka yang 'unik', Sani mengajak Anda meresponnya dengan 'unik' pula. "Anda tidak perlu terpancing dan merasa dilecehkan dengan pernyataan itu. Anggap saja perbandingan yang mereka lakukan seperti cerita biasa dan tidak perlu ditanggapi serius," sarannya. Justru semakin Anda merasa kesal, semakin mereka akan mengulang perilaku buruk itu. Bila Anda menanggapinya dengan santai, lama-lama mereka berhenti membanding-bandingkan. Pada contoh kasus di atas, seharusnya Ratih merespons dengan kalimat "Terima kasih atas saran Tante. Tante perhatian sekali."

Selain itu, sekali-kali luangkan waktu Anda untuk berbicara dengan mereka soal kondisi kehidupan Anda, kebahagiaan yang Anda rasakan, serta standar hidup Anda dan suami. Jelaskan baik-baik bahwa tidak selamanya standar mereka berlaku pada setiap orang. Kalaupun ternyata kehidupan Anda memang belum berhasil, katakan pada mereka bahwa Anda sekarang sedang berusaha. Anda tidak perlu menjadi seperti Ratih yang akhirnya jadi ogah-ogahan berkumpul dengan keluarga besar. Ingat bahwa keluarga adalah pihak terdekat dalam hidup Anda. Anda juga perlu kehadiran mereka lho.

Jadilah Diri Sendiri

Sani mengatakan sikap membanding-bandingkan tidak sepenuhnya berdampak buruk. Jadikan saja hal itu sebagai penyemangat. Anda bisa menanyakan kunci sukses kepada anggota keluarga yang selama ini dibangga-banggakan. Apalagi kalau ternyata usia mereka lebih tua dari Anda. Pastikan pengalaman hidupnya lebih banyak. Tapi tentu saja manfaat ini baru bisa dicapai bila Anda memiliki mental yang membangun dan selalu ingin maju. Akan repot kalau ternyata Anda adalah orang yang pesimis. Jika diperlakukan seperti itu terus menerus, Anda akan menjadi orang yang rendah diri dan selalu terpuruk.

Meski bersemangat untuk mencontoh keberhasilan pihak lain, Anda harus mengukur kemampuan diri sendiri. Jangan memaksakan diri atau bahkan menjadi pribadi lain. Jangan demi disayang mertua atau tante lantas Anda menjadi orang lain yang tidak sesuai dengan karakter asli Anda. Atau yang paling parah adalah menghalalkan segala cara untuk mencapai keberhasilan itu. Misalnya agar berhenti dibanding-bandingkan dengan sepupu yang kaya, Anda melakukan korupsi di kantor. Atau karena ingin dikatakan dermawan lantas Anda melakukan amal untuk pamer pada keluarga.

Sani mengingatkan bahwa Anda harus menjadi diri sendiri. Teruslah berusaha dengan cara dan target pribadi. Setiap orang memiliki target kesuksesan yang berbeda. Anda adalah pihak yang paling mengetahui kemampuan, kebutuhan, keinginan, dan tujuan Anda sendiri. Target orang lain belum tentu cocok dengan Anda.

Yakinlah Tuhan akan membantu mereka yang tidak mudah menyerah. Anda juga harus menemukan kebahagiaan hakiki sendiri. Kebahagiaan itu akan terpancar kepada orang lain sehingga mereka merasa Anda tidak memiliki kekurangan. Mereka pun berhenti membanding-bandingkan Anda dengan siapa pun.


Komentar

Paling Banyak Dibaca 👶👦👧👨👩👴👵👷👮👸👳👲👱

Apa itu Olahraga Aqua Zumba dan Manfaatnya?

Tip-Tip Menjaga Kesehatan Tenggorokan

Wanita Juga Bisa Kena Kanker Prostat

Hidup Aktif Bisa Menurunkan Risiko Sakit Jantung