Memupuk Keberanian Anak Merupakan Bekal Penting Untuk Masa Depannya
Memupuk keberanian anak - baik dalam bersikap, berpendapat, maupun tampil di depan umum - akan menjadi bekal penting masa depannya.
Semua orang pasti bangga ketika buah hatinya berani tampil di depan umum atau aktif bertanya di dalam kelas, bahkan sekadar menyampaikan pendapat di rumah. Segala bentuk keberanian tersebut bisa kok, dilatih sejak kecil.
Anak yang berani, menurut Lamtiur Gracesita Manalu, M.Psi., Psikolog, dari Fame Consultant, tak lepas dari rasa percaya diri yang dimiliki si anak. Rasa percaya diri ini membuatnya tidak merasa takut berada di lingkungan baru, berani berinteraksi dengan orang yang baru dikenal, dan tidak takut untuk tampil di depan orang.
"Dalam konteks anak, keberanian itu akan terlihat ketika ia masuk ke lingkungan baru, situasi yang baru, bagaimana ia tampak luwes berinteraksi berinteraksi dengan orang-orang di sana dan tidak menarik diri," ujar psikolog yang akrab disapa Grace ini.
Sejatinya, lanjut Grace, keberanian ini bisa dilatih dari awal, meskipun ada faktor bawaan yang disebut dengan temperamen, namun pada akhirnya sinergi antara bawaan dan lingkungan atau pola asuh akan mewujudkan keberanian dalam diri si kecil.
Hal senada disampaikan oleh Ratih Sondari, M.Psi., Psikolog, dari Mandiri Consultant.
"Anak dapat dikatakan berani kalau dia mengambil tindakan yang menantang dirinya. Rasa percaya diri yang besar untuk mengatasi kesulitan, bahaya, dan sebagainya," ujar Ratih.
"Keberanian itu dibentuk lingkungan. Pada sisi lain juga diturunkan dari orangtua, hal ini lebih kepada anak mencontoh perilaku orangtuanya," imbuh Ratih.
Selain lingkungan, keberanian dapat dimunculkan sejak anak mulai bisa diajak komunikasi. Orangtua dan lingkungan terdekat memberikan rasa aman, dan dari sinilah anak akan berani menjelajah lingkungan dan menunjukkan kemampuan diri.
Sebaliknya, tanpa rasa aman, anak cenderung takut mengambil risiko, lebih memilih diam, takut salah, dan takut diejek. Anak yang penakut juga tak akan bisa mandiri dan selalu bergantung pada orangtua.
Belum lagi, anak yang tidak berani rentan menjadi korban bullying. Umumnya, pelaku bullying mengincar anak-anak yang tidak berani melawan, tidak berani bilang tidak, serta tidak berani mengadu ke siapa pun.
Kedua psikolog ini memaparkan sejumlah cara yang bisa dijadikan ajang melatih keberanian si kecil.
"Orangtua perlu memberi contoh perilaku berani yang positif, tentu saja berani karena benar, mencontohkan tanggung jawab, sehingga anak melihat secara langsung sikap berani yang konkret tersebut," tandas Ratih.
Menurutnya, anak juga perlu didorong mengembangkan keterampilan dan kemampuannya, karena terkait rasa percaya diri perlu ditumbuhkembangkan kompetensi yang sesuai minat anak.
"Berikan tugas menantang sesuai usia dan perkembangannya, sehingga ketika berhasil melakukannya dia akan termotivasi melakukan yang lebih dari itu," saran Ratih.
Langkah sederhananya?
Perkenalkan anak dengan lingkungan baru dan ajak dia berinteraksi dengan teman-teman sebaya di lingkungan rumah. Atau, ajak anak ke acara keluarga atau acara kantor, dan ruang publik yang belum pernah didatangi.
"Di sana, anak akan mengenal banyak orang, jika sebelumnya hanya berinteraksi dengan keluarga kecilnya. Ini akan memengaruhi kemampuan dia untuk lebih berani dan percaya diri bertemu orang," jelas Grace.
Namun, sebelum mengajak anak mengenal lingkungan baru, diperlukan persiapan, seperti dengan menceritakan rencana tersebut dan menjelaskan siapa saja yang akan ditemui. Dengan mempersiapkan terlebih dulu, anak akan punya gambaran sehingga ketika datang ke tempat baru tidak kaget.
Untuk memacu keberanian anak, berikanlah apresiasi dan reward. Tidak harus berbentuk barang, bisa pula berupa pujian atau pelukan.
Contoh sederhana, ketika anak berpendapat, pujilah keberaniannya bahwa dia mau berpendapat, dan coba terima serta terapkan pendapatnya tersebut.
Atau, pujilah ketika anak bertanya di kelas, pujilah ketika berani unjuk kebolehan di depan keluarga besar, atau tampil di pentas seni sekolah.
Grace mengingatkan, orangtua pasti senang kalau anaknya mau mencoba. Itu sebabnya, dukungan penuh sangat dibutuhkan si anak. Tidak saja saat anak menunjukkan performa yang baik, tetapi juga pada saat ia melakukan kesalahan bahkan mengalami kekalahan.
Berikan respons positif sewajarnya, karena respons negatif yang berlebihan akan menggerus rasa percaya diri anak.
Dukungan orangtua, keluarga dan lingkungan sangat besar dalam memupuk keberanian seorang anak.
"Kendati ada andil bawaan lahir atau temperamen, pola asuh tetap sangat penting, sebab seorang anak dibentuk oleh pola asuh yang diterima di dalam keluarga," Grace mengingatkan.
Ratih menambahkan, "Keluarga berkewajiban menciptakan atmosfer perasaan diterima dan dicintai tanpa syarat. Hal ini akan membuat anak merasa dirinya berharga, dicintai, dan diterima sehingga dia tidak takut untuk mengeksplorasi dirinya."
Ratih menegaskan perbedaan antara sikap berani dan melawan.
"Anak dikatakan berani bila masih dalam konteks mempertahankan atau membela haknya. Ketika melanggar aturan, itu artinya dia melawan. Jadi, perkenalkan dan libatkan anak dalam sebuah peraturan. Ini bisa dimulai sejak usia 4 tahun," saran Ratih.
"Tanamkan dulu nilai moral tentang pentingnya mematuhi aturan, tentang mana yang benar dan mana yang salah, serta di mana batasan dia boleh memperjuangkan hak dan pendapat," lanjutnya.
"Tantangannya adalah bagaimana anak siap menghadapi umpan balik negatif dari lingkungan. Anak harus siap dengan apa pun respons yang didapat, sebab bisa jadi di luar sana kondisinya tidak sekondusif di rumah," pungkas Ratih.
Komentar