Hikmah dari Ketiadaan Pesawat TV di Keseharian
Mungkin juga ada manfaat dari kegiatan menonton televisi baik bagi Anda yang sudah dewasa ataupun bagi anak-anak. Silakan Anda berpikir 😟😒.
Namun disini saya akan berbicara mengenai dampak buruk daripada menonton/kebanyakan televisi baik bagi Anda, terutama anak-anak Anda.
Pesawat televisi merupakan salah satu produk teknologi canggih yang intensitasnya semakin tinggi, sementara sang orangtua tidak punya waktu yang cukup untuk memerhatikan, mendampingi serta mengawasi anak. Anak jadinya lebih banyak mengonsumsi waktunya dengan menonton televisi ketimbang melakukan hal yang lain.
Dalam sepekan, anak menonton televisi sekitar 75 jam. Apa yang mereka pelajari? Yang terjadi adalah anak akan belajar bahwa ternyata tindak kekerasan akan menyelesaikan suatu masalah. Mereka juga akan duduk di kursi menonton, tidak bermain di luar atau berolahraga. Hal tersebut akan menjauhkan anak dari pelajaran-pelajaran hidup yang berguna, seperti bagaimana cara berinteraksi dengan sesama teman sebaya, belajar cara berkompromi dan berbagi di dunia yang penuh dengan orang lain.
Berkaitan dengan upaya menjauhkan televisi dari keseharian yang akan berdampak buruk, ada baiknya kita dengarkan pengalaman kisah nyata dari seorang ibu rumahtangga berikut ini:
Lestari (bukan nama sebenarnya) berkisah, bahwa selama ini pesawat televisi tidak bisa dipisahkan dari keluarganya. Sebuah uji coba menjauhkan benda elektronik tersebut dari kehidupan sehari-hari ternyata membawa perubahan yang tak terduga.
Sejak menjadi ibu rumahtangga, praktis hari-hari Lestari banyak dilewatkan di rumah. Ia merasa pekerjaan sebagai ibu rumahtangga tak pernah ada habisnya. Dari bangun tidur sampai mau tidur lagi, rasanya waktu Lestari habis untuk itu-itu saja. Hiburannya paling-paling televisi. Kebetulan televisi diletakkan di suatu tempat yang bisa dilihat dari dapur sampai ruang keluarga.
Sambil masak Lestari menonton. Menemani anak-anak makan, melipat pakaian, sembari mengobrol dengan suami dilakukan di depan televisi. Rasanya dunia sepi tanpa televisi. Bahkan sering, walaupun tidak ada yang menonton, benda itu tetap menyala. Tanpa disadari produktivitas keluarga jadi berkurang.
Lestari dan suami berembuk. Lalu mereka memutuskan untuk menyimpan televisi sementara waktu. Hasilnya sungguh di luar dugaan. Sehari dua hari rumah memang terasa sepi. Lestari jadi bingung bagaimana mengisi waktu. Akhirnya ia mulai menulis (lagi). Awalnya Lestari tidak berani mengirim artikelnya. Tapi lama kelamaan ia semakin pede untuk mengikutkan tulisannya dalam sebuah lomba. Eh, menang. Senang sekali rasanya.
Lestari juga aktif di berbagai kursus, seperti sulam pita, memasak, patch work, membuat sarung bantal, dan lain sebagainya. Ia bahkan jadi keranjingan seminar dan talk show. Ternyata bukan ia saja yang berubah. Suami dan anak-anaknya juga mengalami berbagai kemajuan.
Jika dulu berkumpul sembari menonton TV, sekarang mereka berkumpul hanya untuk mengobrol. Tak hanya itu. Anak-anak pun jadi lebih aktif. Mereka lebih sehat dan lebih nafsu makan. Mungkin karena aktif, anak-anak mudah lapar.
Agar tidak ketinggalan informasi, Lestari membiasakan diri untuk lebih banyak membaca. Mereka berlangganan lima media cetak. Lestari juga aktif online di dunia maya. Jika ingin menonton, mereka tinggal menyewa film di tempat penyewaan.
Perubahan kecil yang mereka lakukan, yakni memindahkan televisi ke gudang, ternyata membawa dampak yang sangat besar bagi Lestari dan keluarga. Kebersamaan Lestari, suami, dan anak-anak jadi semakin terasa tanpa televisi. Sekarang sudah hampir empat tahun mereka hidup tanpa televisi. Lestari merasa hidup mereka begitu berubah dan perubahan itu membawa kebahagiaan bagi keluarga.
Begitulah, ada hikmah di balik ketiadaan media televisi dari kehidupan sehari-hari.
Komentar