Begadang Jangan Begadang



Kebutuhan akan tidur setara dengan pentingnya kebutuhan manusia akan makan dan bernafas. Kurang tidur jika dibiasakan dapat menimbulkan berbagai dampak buruk bagi kesehatan. Lalu, apa yang terjadi jika kurang tidur?

Tidur memiliki peran penting bagi tubuh. Pada saat tidur, tubuh akan memperbaiki diri, baik kondisi fisik maupun mental, sehingga kita merasa segar dan berenergi saat bangun, serta siap menjalani aktivitas sepanjang hari. Selain itu, tidur juga ikut membantu proses tumbuh kembang, terutama pada anak dan remaja, karena pada saat tidurlah hormon pertumbuhan dikeluarkan.

Kebutuhan tidur  tiap orang tidak sama. Namun secara umum, dibutuhkan tidur yang berkualitas selama 7-9 jam setiap hari, agar fungsi penting di atas dapat berjalan optimal. Bagi anak-anak dan remaja, kebutuhan tidur berkisar antara 8-10 jam setiap hari.

Kebutuhan tidur yang tidak tercukupi, bisa menyebabkan Anda terlihat lelah saat bangun, menguap sepanjang hari, dan sulit untuk berkonsentrasi.

Kurang tidur dan risiko Alzheimer

Kualitas tidur yang buruk, gangguan tidur, dan mengantuk di siang hari ditemukan memiliki kaitan dengan peningkatan cairan tulang belakang yang menjadi indikator Alzheimer, ungkap studi terbaru yang dilaporkan di dalam jurnal Neurology.

Penelitian yang melibatkan 101 partisipan dengan usia rata-rata 63 tahun tersebut menganalisis kebiasaan tidur dan sampel cairan tulang belakang partisipan untuk melihat keberadaan plak dan kekusutan yang menjadi ciri khas Alzheimer.

Alasan di balik kaitan ini belum jelas, tapi sebuah studi terhadap hewan mendapati bahwa saat tidur, terjadi peningkatan kapasitas otak untuk membersihkan toksin - seperti beta amyloid, protein yang membentuk plak di dalam otak penderita Alzheimer. Kualitas tidur yang buruk diduga merusak proses pembersihan ini, termasuk pada manusia.

Meski begitu, Barbara B. Bendlin, peneliti studi dari School of Medicine and Public Health, University of Wisconsin, menegaskan bahwa tidak semua orang dengan gangguan tidur akan memiliki Alzheimer, karena tidak semua partisipan dalam kelompok studi menunjukkan kaitan yang sama.

Begadang jangan begadang

Lagu legendaris Rhoma Irama ini ada benarnya. Survei selama 6,5 tahun terhadap 430.000 warga Inggris mengungkap bahwa mereka yang kerap begadang memiliki risiko kematian 10 persen dari mereka yang tidak. Tim peneliti gabungan dari University of Surrey dan University of Chicago pun menegaskan bahwa kebiasaan begadang memicu beragam konsekuensi kesehatan, seperti masalah psikologis, diabetes, dan gangguan perut dan pernapasan.

Gawai sebabkan anak kurang tidur

Analisis terhadap 20 studi yang melibatkan 125.198 anak usia 6-18 tahun menguak bahwa anak yang punya akses tinggi terhadap gawai sebelum tidur akan mengalami gangguan kualitas tidur. Anak yang menatap layar elektronik minimal tiga kali seminggu mengalami 88 persen peningkatan risiko kekurangan waktu tidur (minimal 10 jam semalam untuk anak dan 9 jam untuk remaja), dan 53 persen peningkatan risiko untuk kualitas tidur yang buruk.

Tidur cukup, cekcok berkurang

Suami istri mana yang tak pernah bertengkar? Dari persoalan keuangan, mertua atau ipar, sampai pola asuh anak ... selalu ada potensi konflik dalam rumah tangga. Ternyata, perbedaan cara pasangan mengatasi friksi dipengaruhi oleh durasi istirahat mereka. Studi terhadap 43 pasangan suami-istri yang dilakukan tim ilmuwan Ohio State University mendapati bahwa mereka yang bertengkar secara destruktif memiliki waktu tidur kurang dari 7 jam. Sebaliknya, pasangan yang bertengkar secara konstruktif umumnya cukup istirahat.

Membantu mempertajam ingatan

Selama bertahun-tahun ilmuwan telah memunculkan gagasan tentang mengapa kita tidur. Beberapa mengatakan bahwa tidur adalah cara untuk menghemat energi. Beberapa lainnya mengatakan bahwa tidur menyediakan peluang untuk membuang sampah sel-sel otak.

Dua penelitian yang belum lama ini dipublikasikan di jurnal Science menawarkan alasan lain: Kita tidur untuk melupakan beberapa hal yang kita pelajari setiap hari.

Untuk belajar, kita harus menumbuhkan koneksi, atau sinapsis, di antara sel-sel saraf otak. Koneksi ini memungkinkan sel saraf untuk saling mengirim sinyal secara cepat dan efisien. Kita menyimpan ingatan yang baru di jejaring kerja ini.

Pada 2003, Giulo Tononi dan Chiara Cirelli, ahli biologi dari University of Wisconsin, mengatakan bahwa sinapsis tumbuh dengan meriah sepanjang hari, sehingga sirkuit-sirkuit otak kita menjadi "ramai". Ketika kita tidur, otak kita memangkas kembali koneksi-koneksi agar sinyal bisa lebih jelas daripada keriuhan itu. Tanpa pemangkasan di malam hari, ingatan kita menjadi buram.

Tahun-tahun berikutnya, Tononi dan Cirelli menemukan banyak bukti tidak langsung yang mendukung apa yang disebut hipotesis homeostatis sinaptik. Di antaranya adalah analisis terhadap gelombang-gelombang listrik yang dilepaskan otak dan studi terhadap tikus-tikus di laboratorium. Mereka menemukan sinapsis dalam otak tikus yang tidur adalah 18 persen lebih kecil dari tikus yang bangun.

Studi kedua dipimpin oleh Graham H. Diering, peneliti pos-doktoral di Johns Hopkins University. Diering dan rekan-rekannya ingin menjelajahi hipotesis homeostatis sinaptik dengan mempelajari protein di dalam tikus. Diering dan rekan-rekannya menciptakan sebuah jendela melalui mana mereka bisa mengintip ke dalam otak tikus. Mereka menemukan bahwa jumlah protein permukaan menurun selama tidur. Penurunan itulah yang akan terjadi jika sinapsis menciut.

Namun, pemangkasan tidak terjadi pada setiap sel saraf. Seperlima dari sinapsis ini berisi ingatan yang sudah terbentuk dengan kuat, yang tidak boleh disingkirkan.


Komentar

Paling Banyak Dibaca 👶👦👧👨👩👴👵👷👮👸👳👲👱

Apa itu Olahraga Aqua Zumba dan Manfaatnya?

Tip-Tip Menjaga Kesehatan Tenggorokan

Wanita Juga Bisa Kena Kanker Prostat

Hidup Aktif Bisa Menurunkan Risiko Sakit Jantung