Mengapa Start-up Bisa Tumbuh Subur di Indonesia?



Maraknya usaha startup menarik ditelusuri. Ini tak lepas dari perkembangan zaman yang turut mengubah bentuk dan peluang bisnis.

Sesuatu yang besar berawal dari hal kecil. Falsafah inilah yang berlaku dalam dunia bisnis, termasuk dalam startup alias usaha rintisan yang kini menjamur di tanah air.

Roy Dharmawan, S.E., M.Si., staf pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, mengungkap bahwa fenomena ini merupakan sebuah pencapaian yang baik.

"Dalam startup menggambarkan semangat kewirausahaan dan ketangguhan dari wirausaha di Indonesia meningkat. Ini juga menggambarkan bahwa program penumbuhan wirausaha yang digagas pemerintah mencapai hasil," ujar Roy.

Menurut Roy, Gerakan Wirausaha Nasional yang digagas pada 22 Februari 2011 lalu memang salah satunya ditujukan untuk memicu pertumbuhan startup, dan secara bertahap membantunya naik kelas menjadi bisnis yang mapan.

Mengapa startup bisa tumbuh subur di Indonesia?

Selaku Staf Ahli Menteri Perekonomian dan Ketua POKJA Pembenihan Wirausaha Kreatif Nasional, Kementerian Koordinator Perekonomian, Roy melihat sejumlah faktor yang mendukung hal ini.

Faktor-faktor itu adalah ekosistem kewirausahaan, persepsi terhadap keamanan untuk bisnis, dan dukungan dari investor. Begitu pula dukungan pemerintah, antara lain kemudahan persyaratan dalam mendirikan usaha dan pemberian intensif untuk wirausaha baru.

Mari kita memahami terlebih dulu, apa sesungguhnya definisi startup.

Menurut Nanda Ivens, CEO GWH Group, konsultan startup dan pelaku usaha, startup adalah suatu usaha, baik di dunia digital atau offline, yang masih dalam tahap pembentukan, mulai dari konseptual hingga pembangunan.

"Walau usaha itu lantas sudah jalan, tapi belum punya profit. Jika sudah meraih pendapatan yang lumayan besar dan sudah bisa membiayai operasional ekstensifnya, maka klasifikasinya sudah lebih dari startup," jelas Nanda.

Sayangnya, kata Nanda, banyak startup yang tidak mau move on dan terus melabeli diri sebagai startup. Padahal, kalau profit-nya sudah bagus, apalagi dapat investasi yang besar, maka harusnya sudah "naik kelas" menjadi bisnis. Mengubah mindset dari terus menganggap usaha sebagai startup menjadi sebuah bisnis yang mapan pun menjadi tantangan.

Mengapa ada usaha yang sulit beranjak dari klasifikasi startup? Jawabnya: faktor SDM.

Bayangkan hal ini seperti membangun rumah, di mana ada arsitek, kontraktor, dan tukang. Ketika rumah sudah berdiri, tugas ketiganya selesai. Nah, untuk bisa nyaman dihuni, kita harus membawa desainer interior.

"Begitu juga dengan bisnis. Ada dua klasifikasi orang dalam membuat bisnis, yaitu builder dan grower. Builder adalah yang membangun, dan setelah mendapat investasi besar, pendapatan yang bagus, beranjak ke fase bisnis memang agak sulit," papar Nanda.

Sering kali, terjadi kondisi stagnasi, alias usaha jalan di tempat, karena mindset seorang builder dan grower berbeda. Builder punya mental membangun, merasa cukup dengan kondisi yang ada, dan takut mengambil risiko saat meningkat ke level bisnis, yang menjanjikan sukses besar.

"Di sini, biasanya tindakan yang diambil adalah menjual atau tidak meneruskan, bahkan lama-kelamaan bisa masuk ke dalam kondisi sunset," Nanda memperingatkan.

Sunset-nya sebuah startup, apalagi di dunia digital, bisa terjadi lebih cepat, apalagi kalau tidak dikombinasikan oleh kemampuan si builder dan grower.

Selain SDM, faktor yang memicu kemunduran startup antara lain tidak memiliki pengalaman bisnis dan jiwa leadership, serta tidak adanya culture perusahaan dalam merintis usaha.

Menurut Nanda, banyak startup yang menggaji karyawan dengan nilai fantastis, tetapi tidak memiliki budaya bisnis yang membuat karyawan merasa nyaman dalam bekerja.

"Anak-anak muda ini masuk ke perusahaan hanya karena melihat uangnya, tidak peduli dengan culture. Sementara, banyak startup yang tidak punya culture, karena ritme kerjanya menggila," tandas Nanda.

Ibarat berkendara, terus ngebut tanpa pernah berhenti atau mengurangi kecepatan, untuk sekadar melihat pemandangan bagus di sekitar, atau memikirkan hal-hal yang lain.

"Itulah sebabnya pada mereka yang pintar, memiliki leadership yang matang dan punya pengalaman, pasti yang dibangun adalah culture, sebab inilah yang membuat seseorang betah dalam bekerja," papar Nanda.

Kesalahan lain? Melakukan copy paste dari yang dilakukan perusahaan lain, membuat beberapa platform berbeda, dan menganggap apa yang dilakukan oleh startup lain bisa pula dibuat sendiri. Akibatnya justru tidak fokus, mau melakukan semuanya.

Secara senada, Roy menilai bahwa tantangan atau kendala yang dihadapi usaha startup terkait dengan karakter, seperti keberanian mengambil risiko, kemampuan menangkap peluang, dan persiapan mental untuk berkutat dengan segala tantangan yang ada.

Bagi para pemula yang ingin mulai membentuk startup, Roy berpesan agar menumbuhkan keinginan wirausaha sejak dini, cermat serta cerdas dalam menjalankan usaha tersebut, belajar dari ahlinya, serta dapat bimbingan yang tepat.

"Jangan lama-lama menjadi startup. Harus cepat menaikkan skala ke arah yang lebih mapan. Menjadi startup cukup dua tahun saja, lewat dari itu mestinya tidak bisa lagi disebut startup," tukas Roy.

Nanda berharap dunia startup Indonesia semakin berkembang karena prospeknya luar biasa.

Untuk itu, ia menegaskan sejumlah kunci penting dalam menjalankan startup. Selain itu, Nanda mengingatkan agar para pelaku startup belajar ber- partnership dan berkolaborasi dengan ribuan perusahaan.

"Banyak startup yang tidak bisa berkolaborasi dan berkompetisi dengan sehat. Jadilah startup yang humble dan mau mendengar. Jangan merasa paling hebat dan bisa melakukan semua sendiri, tanpa terkoneksi dengan perusahaan lain," pesan Nanda.

"Kita memang bisa tetap berjalan cepat dan sampai tujuan jika berjalan sendiri, tapi dengan berjalan bersama, tujuan yang akan dicapai pun lebih jauh," pungkas Nanda.


Komentar

Paling Banyak Dibaca 👶👦👧👨👩👴👵👷👮👸👳👲👱

Apa itu Olahraga Aqua Zumba dan Manfaatnya?

Tip-Tip Menjaga Kesehatan Tenggorokan

Wanita Juga Bisa Kena Kanker Prostat

Hidup Aktif Bisa Menurunkan Risiko Sakit Jantung